Desa Sanding merupakan salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Malangbong Kabupaten Garut Jawa Barat. Secara geografis letak desa ini berada pada garis lintang -7.1131o dan garis bujur pada koordinat 107.9248 o dengan ketinggian dari permukaan laut 64 m dpl.
Sebagai salah satu desa yang berada di wilayah perdesaan, Desa Sanding memiliki bentang alam alami dan sangat asri, karena wilayah desa dikelilingi bukit-bukit dan pegunungan yang membentang mengelilingi wilayah desa.
Jarak desa dengan kota kecamatan sekitar 8 KM, jarak yang tidak terlalu dekat, namun tidak menjadikan warga desa tertinggal oleh desa-desa lain yang berada di wilayah Kecamatan Malangbong. Hal ini dikarenakan perjalanan menuju Desa Sanding dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Akses masuk gerbang desapun tidak terlalu sulit disebabkan posisi desa berada di antara desa-desa lain yang membatasinya sehingga gerbang desa ditetapkan dari setiap batas wilayah tersebut.
Wilayah desa yang berbatasan langsung dengan Sanding adalah Desa Bunisari berada di sebelah Utara, Desa Cihaurkuning berada pada batas desa sebelah Timur, Desa Girimakmur merupakan tetangga desa di sebelah Selatan, Desa Kutanagara dan Desa Lewobaru berada pada batas desa sebelah Barat, dengan posisi tersebut sangat menguntungkan, karena wilayah sanding berada pada titik pusat perjalanan semua desa tetangga yang akan memasuki wilayah kecamatan.
Desa Sanding pertama kali dibangun oleh Syeh Zainulloh yang selanjutnya dikenal dengan nama Eyang Saktibarang. seorang pendatang sekaligus penyebar Agama Islam,.
Beliau menyebarkan agama Islam dan membuka lahan garapan dari hutan belantara menjadi tanah garapan pertanian berupa ladang dan sawah. Selanjutnya beliau menetap sampai memiliki beberapa orang keturunan dan membuka pesantren pertama di wilayah Sanding. Syeh Zainulloh diyakini sebagai waliyulloh yang merupakan keturunan dari Syeh Abdurrahman, putera dari Adipati Tuban, putera dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Dalam Babad Cirebon dan Priangan disebutkan bahwa kanjeng Sunan Kalijaga dengan usia 120 tahun pernah berkelana di Wilayah Priangan Timur dan menurut catatan sejarah lokal Malangbong merupakan batas Kesultanan Cirebon dan dikenal dengan Cirebon Girang. Bukti sejarah perjalanan beliau masih tersimpan di kelaurga besar Bapak K.H. Moch. Atat Muchlas sesepuh Ma’had Al-islam Nurul Falah Cirangkong Bunisari Malangbong.
Sampai saat ini makam Eyang Saktibarang ramai dikunjungi pendatang yang melaksankan jiarah. Baik warga Sanding maupun warga lain yang sengaja datang dari luar Kabupaten Garut.
Dalam bidang pemerintahan Sanding telah memiliki struktur pemerintahan lengkap, pada masa penjajahan Belanda tercatat bahwa kuwu pertama Sanding adalah Mbah Acok. Beliau memerintah warganya dengan bijaksana, sehingga masyarakat merasa terlindungi dan sejahtera, karena hasil pertanian melimpah. Walaupun pada masa itu masayarakat selalu dihantui rasa takut oleh kaum penjajah.
Pada masa awal berdirinya pemerintahan, balai desa ditetapkan di Kampung Sanding, sebuah pemukiman yang berada paling rendah Lembah Sanding. Namun seiring berjalannya waktu serta terjadinya pemberontakan DI/ TII pusat pemerintahan dipindahkan ke Kampung Sukabatu, sebuah kampung yang memiliki berbagai keunikan yang berjarak 2 KM dari Kampung Sanding. Sampai saat ini balai desa masih tetap berada di kampung ini.
Sejak berdirinya sampai saat ini pemerintahan Desa Sanding mengalami beberapa kali pergantian kepala desa, sebuah pelaksanaan demokrasi sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Sebagai kepala desa terlama menjabat adalah Mumu Sumadiraksa.
Beliau memerintah desa selama 32 tahun. Selama pemerintahan belia ulah Desa Sanding mengalami kemajuan yang cukup pesat, pertanian, pembangunan imprastruktur perdesaan, kebudayaan dan tata kelola pemerintahan dapat dirasakan oleh semua warga desa, sehingga kondisi tersebut mendapatkan apresiasi dari pemerintah kabupaten bahkan dari pemerintahan Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 1990 Sanding menjadi desa terbaik di Provinsi Jawa Barat dalam implementasi Gerakan Hidup Berpancasila (GHBP). Sebuah anugerah tertinggi di Provinsi Jawa Barat bagi desa yang mengaplikasikan butir-butir Pancasila dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatannya.
Desa yang memiliki luas wilayah 195,93 ha ini memiliki keunikan tersendiri, karena mayoritas penduduk laki-laki produktif pergi merantau dan bekerja sebagai buruh dan mandor bangunan, pedagang, karyawan suasta, dan TNI/Polri, sehingga aktivitas keseharian seperti menggarap sawah dan ladang, bahkan pemerintahan desa didominasi kaum hawa. Sampai saat ini tercatat 100% pejabat RT adalah kaum perempuan. Dengan keberadaannya ini tidak menjadikan Desa Sanding tertinggal dalam pembanguan, bahkan dengan pengalamannya sebagai buruh atau mandor bangunan di kota inilah menjadikan perumahan penduduk memiliki gaya arsitektur yang unik dan kekinian.
Dengan kehidupan yang modern akibat dari asimilasi dan proses peniruan dari kota yang dibawa para urban, sampai saat ini Desa Sanding masih memelihara ciri perdesaan, baik perilaku keseharian penduduknya, maupun keadaan lingkungan alam dan lingkungan sosial budayanya. Ciri tersebut antara lain tingkat gotong royong yang masih tinggi, kepedulian terhadap lingkungan, adat-istiadat, budaya dan nilai-nilai kepercayaan kepada Alloh swt. masih sangat terpelihara dan dijunjung tinggi, sehingga tata kelola pemerintahan, kemasyarakatan, keagamaan dan lingkungan sangat serasi ditampilkan dalam nuansa kehidupan masyaraktnya secara serasi.
Desa yang berjarak 42 KM dari ibu kota kabupaten ini giat membangun sarana dan prasarana fisik maupun non fisik, sehingga jalan desa dan jalan penghubung kampung dibangun dengan struktur rabat beton, hal ini semakin memudahkan transportasi dan mobilisasi warga desa yang tentunya mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi semakin tinggi. Hal ini dikarenakan kegiatan warga yang masuk dan ke luar desa sangat tinggi, baik untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun untuk kegiatan pendidikan. Dana pembangunan imprastruktur ini diperoleh dari dana desa dan suwadaya masyarakat yang berbentuk incash maupun inkind.
Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan hasil pertanian dalam upaya mencapai swasembada pangan, pemerintah bersama warga desa harus terus berupaya untuk membangun embung air dan irigasi yang mengairi lebih kurang 54,99 ha lahan pertanian.
Selain bidang pertanian pemerintah desa membangun Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sebagai upaya meningkatkan pelayanan kepada warga berupa perdaganagan dan percetakan. Bumdes Sanding berkembang pesat karena kebutuhan terhadap percetakan sangat tinggi terutama bagi instansi dan lembaga pendidikan yang meliputi jenjang TK, SD, SMP dan Madrasah Aliyah. Selain itu gerai Bumdes Sanding juga sering dikunjungi oleh warga desa lain, karena usaha percetakan masih langka dan tidak seluruh desa memiliki usaha di bidang itu.
Peluang tertinggi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi warga desa adalah ditetapkannya lima desa wilayah Malangbong Selatan sebagai desa kawasan. Desa kawasan adalah penetapan dan pembangunan wilayah perdesaan untuk mengembangkan destinasi wisata dengan membangun potensi yang ada. Kawasan ini meliputi lima desa yang berada di wilayah Selatan Kecamatan Malangbong. Desa tersebut anatara lain Desa Sanding, Desa Girimakmur, Desa Karangmulya, Desa Barudua dan Desa Cinagara.
Khusus untuk Desa Sanding memiliki potensi wisata religius berupa Situs Makam Eyang Saktibarang yang berada di Kp. Cibentang RT 003/002 Desa Sanding. Objek wisata ini kerap dikunjungi oleh warga desa maupun parapendatang dari luar kabupaten Garut.
Selain destinasi wisata religi, Desa Sanding juga memiliki kesenian tradisional yang bernilai jual tinggi bagi pengunjung dan peneliti musik etnik. Karena di sini ada seni tradisional Badeng.
Seni Badeng adalah salah satu seni tradisional kebanggaan warga desa, juga sebagai ikon pariwisata Kabupaten Garut. Seni tradisional ini diciptakan oleh Mbah Acok sebagai kuwu pertama Desa Sanding. Seni ini pada awalnya digunakan sebagai sarana penyebaran agama Islam. Sehingga bentuk dan teknik pagelarannya kaya dengan muatan dakwah. Baik gerak tunuh pemainnya maupun syair yang dibawakan berisi tentang sholawat dan puji-pujian kepada Alloh SWT.
Alat kesenian yang dipakai pada saat pertunjungan terdiri dari dua buah kendang panjang (disebut dogdog lonjor) yang terbuat dari pohon pinang atau bambu, dan satu set angklung berjumlah 17 buah buah angklung. Jumlah pemain seni tradisional Badeng terdiri dari 12 sampai 17 orang.
Dengan berbagai potensi yang ada di Desa Sanding, serta dukungan dari stakeholder pariwisata Kabupaten Garut, maka tidak berlebihan apabila desa Sanding semakin berkembang dan mampu mendongkrak ekonomi dari sektor pariwisata. Karena dengan pariwisata religi dan kesenian tradisional Badeng semua peluang ekonomi akan terangkat. Perdagangan, cendera mata, home stay serta bertambahnya peluang bagi warga untuk mengais rejeki di kampung halaman sendiri. Budaya urban yang telah turun-temurun diwariskan kepada setiap generasi akan ditinggalkan warga. Sehingga layak sekali apabila Desa Sanding menjadi salah satu destinasi wisata wilayah Garut Utara.